Kita punya banyak ramuan tanaman obat yang diyakini berkhasiat. Tapi belum dikembangan standarisasi zat aktif jamu ini. Standarisasi perlu karena kandungan tanaman obat bisa amat bervariasi karena tempat, iklim, dan lain-lainnya.
Untuk mencapai itu peran ahli budidaya tanaman obat jadi penting. Ironisnya di Indonesia negara yang menekuni bidang ini pun tidak ada. Padahal, kalau saja ahli budidaya tanaman obat ini ada, perannya bisa sangat penting untuk meningkatkan mutu ramuan obat disini. Dikaitkan dengan meletusnya minat terhadap obat-obat dari tanaman. Keahlian di bidang budidaya obat tadi tentu bisa berarti nilai ekonomis tak kecil pula.
Bahkan untuk sebuah penyakit yang sampai sekarang masih belum ditemukan penangkalnya yaitu AIDS. Obat AIDS berasal dari tumbuhan? Pertanyaan begini bukan sekedar mimpi. Meski mengatakan ada tanaman obat yang bisa menyembuhkan AIDS barangkali terlalu dini, potensi ke arah itu tampaknya tak mustahil pula.
Paling tidak sebuah studi menemukan beberapa tanaman obat ternyata memiliki efek penghambat pembiakan HIV, virus penyebab AIDS. Melalui studi in vitro (di luar tubuh) beberapa tanaman ini ditemukan memiliki efek menghambat enzim transkriptase balik (reserve transciptase).
Kenapa enzim transkriptase balik? Virus penyebab HIV secara virologik termasuk golongan retrovirus. Virus-virus golongan retrovirus ini dikatakan merupakan virus RNA; ia mampu membuat DNA dengan pertolongan enzim transkriptase balik; lalu menyisipkan ke dalam DNA sel hospes sebagai mesin genetik.
Dengan kata lain, HIV membutuhkan bantuan enzim transkriptase balik untuk membuat DNA dari RNA. Maka menghambat enzim ini berarti menghambat replikasi HIV, yang berarti menghambat pula perkembangan AIDS pasien HIV positif. Berdasarkan karakteristik tersebut, studi ini berusaha menemukan tanaman-tanaman obat yang memiliki efek menghambat enzim transkriptase balik.
Hasilnya? Melalui studi in vitro ditemukan enam tanaman obat yang memiliki efek menghambat enzim transkriptase yang diperlukan HIV untuk membuat DNA dari RNA tadi.
Keenam tanaman obat itu yakni; benalu yang diambil bagian batangdan cabangnya dan dosis efektif 79,4 mikrogram per mililiter atau lebih, ditemukan pada ekstak air.
Kayu ules yang diambil bagian buah dosis efektif 65 mikrogram per mililiter atau lebih ditemukan pada ekstrak air.
Mahoni yang diekstrakkan kulit kayunya, sedang dosis efektif 28,4 mikrogram per mililiter ditemukan pada ekstrak metanol.
Sambiloto yang diekstrakkan daunnya dan dosis efektif 170 mikrogram per mililiter ditemukan pada ekstrak air.
Saparantu yang diambil buahnya, dosis efektif 134 mikrogram per mililter ditemukan pada ekstrak air.
Temu ireng yang diekstrakkan bagian rimpangnya, dosis efektif 323 mikrogram per mililiter ditemukan pada ekstrak air.
Tapi ini baru penelitian dasar dan belum menemukan zat aktif apa yang membuat ekstrak tanaman tadi memiliki efek tersebut. Untuk mengetahiunya, peneliti harus melakukan pemisahan zat-zat yang terkandung dalam ekstrak tanaman yang berkhasiat tadi. Setelah itu, masing-masing zat atdi diuji lagi seperti sebelumnya sampai ditemukan yang mana yang memberikan efek.
Meski begitu, ketika ditanya apakah seseorang bisa mendapatkan manfaat tersebut dengan mengkonsumsi tanaman tersebut. Tanaman ini tidak berbahaya. Karena itu penderita HIV positif yang ingin perkembangan AIDS-nya terbatas bisa mengkonsumsi tanaman-tanaman tadi, dan mungkin akan mendapatkan efek tersebut.
0 comments:
Post a Comment